Berbeda dengan grandfinal Kompetisi Perserikatan 1983, kekalahan Persib dari PSMS Medan, juga melalui drama adu penalti, diikuti dengan munculnya ketidakpuasan yang berbuntut pada gugatan Solihin Gautama Prawiranegara kepada wasit yang memimpin pertandingan, Djafar Umar. Surat protes resmi hasil rapat pengurus tertanggal 25 Februari 1985 itu dikirim ke PSSI dengan disertai bukti video rekaman pertandingan.
“Kami tidak menggugat PSMS sebagai juara, tapi sekadar bertanya kepada PSSI. Memangnya tak boleh,” kata Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan (Sesdalopbang), Solihin G.P. yang juga Ketua Umum Persib, seperti dikutip majalah Tempo edisi 9 Maret 1985.
“Kami yakin, wasit merugikan kami,” kata Solihin. “Ini bukan protes, tapi koreksi atas wasit Jafar Umar yang memimpin pertandingan final itu,” kata Solihin G.P. dalam majalah Tempo edisi sebelumnya, 2 Maret 1985.
Dalam surat protesnya, Persib melihat ada tiga kekeliruan yang dilakukan Djafar Umar. Pertama ketika Medan unggul 2-1, di menit 77, Persib mendapat sepak pojok. Bola yang terlepas dari perebutan antara kiper Ponirin Meka dan Bambang Sukowiyono disundul Robby Darwis dan masuk. Wasit tak menunjuk titik putih, sebagai tanda gol telah terjadi.
Kedua, pada menit ke-10 babak perpanjangan waktu, lagi-lagi terjadi kekalutan di gawang Ponirin oleh sebuah sepak pojok. Gol yang masuk lewat Dede Rosadi, juga tak dipedulikan wasit. Yang ketiga, ketika adu penalti, saat giliran penembak ketiga Persib, Adeng Hudaya, konon, Ponirin sudah lebih dulu bergerak ke arah kiri, sebelum eksekusi dilakukan. Ini juga tak dianggap pelanggaran.
Namun, gugatan Persib itu menguap begitu saja. Ketua Komisi Wasit PSSI, Syamsudin Hadade justru sempat memeluk Djafar Umar usai pertandingan. “Pertandingan berjalan baik, semua keputusan wasit sesuai dengan peraturan,” katanya pada Tempo.
Soal dua gol yang dianulir, Hadade juga mengatakan, sebelum gol terjadi, wasit sudah meniup peluit untuk pelanggaran pemain Persib terhadap kiper Ponirin. Begitu juga tentang tuduhan Ponirin bergerak lebih dulu di dalam adu penalti, menurutnya, yang bergerak cuma tubuh Ponirin, hal yang dibolehkan peraturan, asal kaki tak turut melangkah.
Setelah dibahas oleh komisi khusus bentukan PSSI, protes Persib itu tak menghasilkan apa-apa, meski sudah dibuktikan video rekaman. Hadade mengatakan, rekaman itu tak bisa dijadikan barang bukti. “Pengambilan gambarnya tidak dari berbagai sudut,” dalihnya.
Apa komentar Djafar Umar? “Kalau terbukti bersalah, saya bersedia dipecat,” katanya.